Bismillahirrahmanirrahim…
Dalam
kehidupan individual manusia pasti akan menumukan permasalahan dan hambatan
baik di lingkungan dengan orang-orang di sekitarnya sebagai makhluk social
maupun dengan dirinya senndiri sebagai makhluk individual. Itulah gambaran
kecil sifat lahiriah seorang manusia, bayangkan bila manusia itu dikumpulkan
dalam suatu perkumpulan yang “memaksakan” mereka untuk berjalan dalam derap
langkah yang selaras satu sama lain, tentunya banyak sekali derap-derap yang tidak seimbang, melampaui batas, atau
bahkan tidak bergerak sama sekali “statis”. Organisasi Kemahasiswaan FK Unpad
tentunya memiliki suatu tujuan dalam bentuk visi dan misi sebagai penyelaras
pergerakan, karena kita tidak bisa menolak bahwa organisasi kemahasiswaan FK
unpad bukanlah suatu organisasi, Juga sebagai motor penggerak di Kemahasiswaaan
FK Unpad, tentunya organisasi ini berpengaruh besar pada perkembangan
kemahasiswaan di Fakultas ini. Banyak sekali permasalahan yang muncul dari inti
pengurus organisasi ini. di lain pihak, sebagai organisasi intra-fakultas kemahasiswaan
FK, juga masalah muncul dari luar organisasi atau mahasiswa FK Unpad itu sendiri.
So how are our student affairs and medicine executive board so far?
Permasalahan-permasalahan
yang ada inilah yang minimal perlu kita reduksi, agar tercapai kemahasiswaan
yang cukup ideal atau mengarah kea rah yang lebih ideal karena dalam realita sulit
untuk mencapai suatu keidealan, bahkan pada organisasi yang telah
berpuluh-puluh tahun berdiri. Bila belajar dari pembuatan suatu karya ilmiah,
hal yang pertama harus kita kembangkan setelah objek yang ingin kita teliti
telah tertuang pada kalimat-kalimat akhir latar belakang adalah indentifikasi
masalah. Apa yang kita pikirkan ketika pemilihan ketua senat yang lalu dilalui
dengan istilah “calon tunggal”? padalah senat sangat berpengaruh pada
pergerakan Kemahasiswaan, dan apa yang salah ada kemahasiwaan kita? Mungkin
saya sependapat dengan perkataan dr. Bambang pada pertemuan dengan PD
Kemahasiswaan yang lalu, yaitu Kemahasiswaan kita sedang dalam kondisi krisis
kepemimpinan. Bayangkan saja hanya ada satu orang yang berani mencalonkan diri
sebagai pemimpin, bahkan beberapa orang yang diajukan untuk “mencalon” menolak
dengan beberapa alasan yang syar’i menurut mereka, salah satunya adalah ketidaksiapan,
yang berarti secara tidak langsung mereka mengakui adanya krisis jiwa
kepemimpinan pada diri mereka masing-masing. Atau mungkin yang terjadi
sesungguhnya adalah bahwa pemimpin yang sekarang juga tidak memenuhi jiwa
kepemimpinan tersebut dan maju karena memiliki kriteria yang “hampir” memenuhi
sosok seorang pemimpin. Itu adalah suatu prediski termporer dari saya,
selanjutnya silahkan anda berfikir mungkin dengan sisi pandang yang lain.
Dengan membuat komparasi dengan “tetangga sebelah” dalam lingkungan unpad,
mungkin mereka memiliki persoalan tipikal namun tak separah ini.
Kedua,
mungkin kita masih ingat momen pelantikan anggota kepengurusan SENAT mahasiswa
2011 lalu, dengan keanggotaan mencapai 150-an yang dilantik. Namun bila kita
lihat berapa orang yang sudah merasa memiliki senat sepenuhnya, atau setidaknya
mengikuti keseluruhan agenda senat. Mungkin jawabannya bisa kita lihat
masing-masing di lapangannya. KASTIL dengan keanggotaan 18 orang, hanya sekitar
sembilan orang yang menghadiri kajian dan rapat rutin, dan sisanya? Sisa entah
kemana, namun mereka masih dianggap anggota senat. Mungkin agak mengheran bila
ada seseorang yang menyatakan kemepemilikan pada suatu kampong dan secara tidak
langsung berjanji akan mengembangkan kampung itu, namun suatu ketika ia
meninggalkan masyarakat lain yang sibuk membangun dan kembali dengan berharap
diakui masyarakat disana, tentu kebanyakan masyarakat akan menggeluarkan dia
dari kampung itu. Namun yang terjadi di kemahasiswaan FK unpad adalah mereka
masih di akui dan bahkan tidak ada follow up sama sekali terhadap orang-orang
ini. ada apa dengan sense of belonging kemahasiswaan kita? Dan bagaimana kabar
system peregulasian orang-orang seperti ini?
Ketiga,
kurangnya totalitas dari pengurus SENAT. Banyak sekali toleransi-toleransi “excuse”
di kemahasiswaan FK sehingga banyak dari kegiatanya tidak maksimal atau
terbengkalai. Mulai dari keikutsertaan rapat,hingga kegiatan-kegiatan dari
SENAT sendiri. Bila boleh saya bandingkan dengan kemahasiswaan lain di Institut
daerah Bandung, mereka memiliki totalitas tinggi terhadap kemahasiswaannya.
Bayangkan, berapa jumlah rapat yang tertunda akibat persoalan ego masing-masing
mahasiswa akan kehidupan kampusnya, mulai dari tanggungan Tutorial hingga
jadwal malam masing-masing individu. Bandingkan dengan Instiitut sebelah yang
rela mengorbankan sedikit waktunya bahkan hingga malam, namun tetap menjaga
batasan-batasan. Mungkin cara pandang organisasi kita sedikit berbeda dan harus
dibenahi kedepannya. Tidak hanya itu, banyak sekali acara-acara nasional maupun
wilayah yang bersifat pengeriman delegasi dan perwakilan, dimana tidak jarang
FK Unpad hanya mengirim segelintir delegatornya, atau lebih tepatnya tidak ada
delegasi yang mau mengikuti acara tersebut, mulai dari terbentur masalah biaya
hingga lagi-lagi masalah pembenahan akademik yang tak kunjung selesai, atau
telah menjadi alasan klasik.
Solusi
yang saya berikan terdapap problematika diatas adalah suatu hal yang simple,
yaitu pembentukan karakter. Secara individual karate di butuhkan sebagai modal
utama pembentuk Kemahasiswaan, yang terjadi sekarang adalah kurangnya
pembentukan karakter dari mahasiswa FK unpad. Krisis kepemimpinan merupakan
hasil degradasi pembentukan karakter pada awal pembentukan kader-kader
kemahasiswaan. Seharusnya adalah pos-pos pengkaderan di kemahasiswaan
menjadikan karakter sebagai bahan bakar utama pembentukan kader-kader. Dibutuhkan
pondasi yang kuat untuk membentuk jiwa-jiwa pemimpin yang baru, yang dapat
menjadi mediator bagi yang dipimpinnya sehingga dapat menyatukan mereka secara
sinergis. Sebagus apapun system yang dibuat, tidak akan menghasilkan suatu
perbaikan bila orang-orang pelaksana maupun pengatur system tersebut tidak
memiliki karakter, karena yang kita harus bentuk adalah mulai dari perseorangan, bila
diibaratkan kemahasiswaan adalah suatu organ-organ, maka yang kita mulai bentuk
adalah sel-selnya, atau dalam hal ini mahasiswa tersebut. Pemberian materi
tentang karakter ideal seorang mahasiswa mungkin metode lama yang tidak lagi
efektif. Namun pesan-pesan itu disampaikan lewat aplikasi kehidupan
sehari-hari, yang secara halus menginvasi kehidupan pada mahasiswa, bisa melaui
regulasi atau kebiasaan-kebiasaan yang rutin dilakukan.
Dari
system regulasi kepengurusannya pun harus dibenahi. Mungkin bila dilihat system
perekrutan kepengurusan SENAT terlalu mubazir, banyak sumber daya manusia,
namun jarang yang memiliki kompeten. Ada baiknya adanya system seleksi atau pun
“magang” dimana kepengurusan yang baru dapat kita kembangkan terlebih dahulu,
dipersiapkan secara matang, bukan langsung kita terjunkan ke dunia
kemahasiswaan di acara-acara tertentu tanpa bekal bahkan dengan alasan sebagai
“batu lompatan” atau pengkaderan, yang terasa terlalu memaksaan. Kurangnya
sosok yang menjadi panutan di Kemahasiswaan juga membuat para mahasiswa
kebingungan contoh baik seperti apa yang harus mereka ikuti kedepannya, dan ini
merupakan implikasi dari kurangnya pembentukan karakter. System-sistem di
Kemahasiswaan pun terasa tertampau “kekeluargaan”, mulai dari banyaknya excuse
pada hal-hal tertentu, hingga banyak anggota kepengrusan organisasi, tidak
hanya SENAT, yang statusnya hanya “KTP” saja. Kita memang menyadari system
adult learner menjadi solusi dalam masalah ini, namun ini terkesan sebagai
pemberian nama system “terkini” namun kita sendiri belum paham, bagaimana
seorang dewasa dapat membedakan kalau ini yang terbaik baik dia dan orang di
sekitarnya bila ia sendiri tidak dipaparkan tentang sifat kedewasaan ini sejak
dari awal penanaman karakter mahasiswa. Malah bila dilihat mungkin berprilaku
tegas menjadi terhadap mahasiswa menjadi pemberian pembelajaran yang baik
dibanding yang telah diaplikasikan sekarang. Bisa dibayangkan bila sistem dan
karakter ini diperbaiki secara sinergis, mungkin tidak ada lagi mahasiswa yang
ikut organisasi penggerak Kemahasiswaan dengan ketertarikan pada pos-pos bidang
tertentu saja yang memiliki paparan lebih tinggi keluar dan pandangan yang
lebih dari luar di banding pos yang bekerja di belakang panggung.
Peran
saya mencoba mengimplementasikan seluruh impian “muluk” diatas mungkin terasa
tidak mungkin. Yang saya bisa lakukan mungkin adalah mencoba mengubah diri
sendiri dengan mencoba mengajak orang-orang disekitar untuk ikut menyadari
apa-apa yang harus diperbaiki dan dikembangkan. Sehingganya, momen-momen untuk
membentuk karakter seoorang mahasiswa sangat diperlukan sebagai kendaraan yang
memfasilitasi percepatan pembentukan tersebut. Saya akan terus mencoba
mengembangkan diri dan orang lain, karena saya yakin di fakultas ini banyak
sekali pontensi-potensi besar yang belum terkembangkan, yang masih terkekang
rasa ego masing-masing tanpa melihat kemampuan mereka dalam mengubah hal-hal
besar. Peran saya yang lain mungkin adalah mencoba untuk terus mendedikasikan
diri terhadap kemahasiswaan, karena mungkin hal itu yang paling dibutuhkan
sekarang, yaitu orang-orang yang peduli terhadap kemahasiswaan bukan hanya
ingin menyandang label yang dia dapat saja tapi bagaimana kita memperjuangkan
kemahasiswaan kita. Salah aktivis BEM unpad pernah berkata bahwa
pahlawan-pahlawan yang peduli dengan hal-hal seperti ini memang sedikit, dan
banggalah bahwa anda menjadi salah satunya. Karena siapa lagi yang akan
mengubah selain kita-kita yang notabene aktor-aktor kemahasiswaan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar