Sabtu, 22 Juni 2013

we still proper to be the first! :)

assalaam... selamat malam... malam ini saya mencoba untuk mengupas isi pemikiran-pemikiran saya yang saling berkaitan yang kemudian terjewantahkan dalam suatu penalaran logika sehat atas kondisi FK UNPAD saat ini dari sudut pandang saya, mohon dipertimbangkan kembali jika ada ketidaksamaan pemikiran :)

saya akan membahas mengenai tingkat kemampuan absolut mahasiswa FK UNPAD dari sisi penalaran dan akademik. seminggu yang lalu, Alhamdulillah Allah menitipkan 1 prestasi lagi kepada lembaga eksekutif kami di bidang penalaran, yaitu juara umum Padjadjaran Berprestasi Summit. officially, saya telah mendapatkan undangan untuk menerima bucket bunga dan penghargaan juara umum, namun hati dan keyakinan ini tergoyahkan disaat keesokannya, lomba yang memiliki pamor tinggi seperti PKM penelitian, gagasan tertulis, dan kewirausahaan, tidak satu pun dapat disabet rekan-rekan kami. Kemudian saya bertanya, benarkah hari ini FK UNPAD yang menjadi juara umum?

setelah lama menunggu, ternyata hal tersebut benar. kami berhasil memenangkan lomba di cabang lain, yaitu fotografi 1 dan 3, essai 2 dan 3, serta sains dan teknologi 1. Tentunya, siapa yang tidak senang dan bersyukur mendapatkan apresiasi ini, namun saya mendapatkan "ibroh" lebih dari fenomena ini. Mungkin fakultas lain akan melihat dan bertanya-tanya. Mengapa FK yang menang? Karena FK saat itu tidak memenangkan cabang lomba yang tinggi "prestige" nya dan awam lebih fokus dan melihat cabang tersebut. Justru saya berfikir kebalikan, ini membuktikan hal yang sangat besar.

Sudah sekitar 3 tahun belakangan, prestasi FK UNPAD di bidang penalaran merosot tajam. Hampir seluruh event yang tahun sebelumnya kami naik podium disana, di 3 tahun belakang ini kami hanya menjadi penonton di barisan belakang (hampir, bukan berarti tidak ada). Namun sadarilah kawan, bahwasannya secara intelektual dan kemampuan absolut kami tetap terdepan (bukan bermaksud ujub). Yang hilang disini adalah pelatihan dan budaya penurunan nilai. Inilah yang saya simpulkan saat menerima ukiran bertuliskan juara umum. Kami menyabet lomba-lomba esensial (bukan turunan atas modifikasi tertentu), sadarilah bahwa yang dibutuhkan dalam fotografi ialah bakat dan nilai estetika dan device yang mereka pakai semua seragam, yaitu kamera, lain cerita saat yang dilombakan ialah fotografi jurnalistik, bidang ini merupakan bidang turunan, sudah dimodifikasi, ada tambahan ilmu atau text-book technique didalamnya. Begitu pula dengan esai ilmiah, yang dibutuhkan ialah kemampuan pengkritisan masalah, kemampuan mengeluarkan solusi, serta kepandaian merangkai ide-ide tersebut, saya kira tidak butuh seorang pembimbing, beda halnya dengan PKM yang memiliki acuan-acuan tertentu, patokan-patokan yang harus dipenuhi, ilmu statistika, ilmu research seperti critical  appraisal dalam memilih jurnal acuan. Sudah terpampang jelaskah kawan? Saya kira anda dapat menemukan yang lain jika jeli.

Namun, hal tersebut tidaklah cukup. Tulisan ini saya buat untuk mengingatkan bukan tidak mungkin dan juga sepertinya bukan sulit untuk mengembalikan pamor FK sebagai fakultas yang memang terbaik. kemudian, yang perlu dimodifikasi ialah kemauan warganya untuk bergerak menoreh prestasi, serta fasilitas pembinaan yang memadai dan tentu sejumput jam pasir untuk memberikan waktu luang di luar akademik dalam mengasah keterampilan yang lebih detail lagi, yang lebih terspesialisasi lagi, yang lebih spesifik lagi. Namun sepertinya cukup butuh usaha kuat untuk ini karena ayah ibu kami di "sana" pun sepertinya men-sekuler-kan akademik dan kegiatan kemahasiswaan serta tidak jarang keduanya memiliki pemahaman yang berbeda padahal kedua bidang tersebut telah disatukan dalam satu bidang.

mungkin ada yang memiliki solusi jalan arteri lain? :)

Jumat, 03 Mei 2013

DEKLARASI MEDICAL COMPLEX


Medical complex UNPAD merupakan suatu perkumpulan 5 Fakultas di UNPAD dengan latar belakang rumpun keprofesian yang sama, yaitu dalam dunia kesehatan atau medis. Fakultas-fakultas yang termasuk dalam rumpun medis ini adalah Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Keperawatan, Fakultas Farmasi, dan Fakultas Psikologi. Selain komplek medis terdapat beberapa komplek lain di UNPAD, hal ini dilihat dari latar belakang keilmuan yang hampir sama antar beberapa fakultas, yaitu komplek medis, komplek sains, komplek sosial, dan komplek agro.
Pada awalnya, istilah medical complex ini hanyalah suatu labelling saja untuk mengelompokkan fakultas-fakultas di UNPAD ini berdasarkan latar belakang keilmuan masing-masing, hal ini pun terjadi pada komplek medis. Inisiasi untuk menggerakkan lingkaran ini pun muncul, dengan FK UNPAD sebagai inisiator dalam perluasan kebermanfaatan lingkaran ini. Hal ini telah dicoba 2 tahun belakangan ini oleh FK UNPAD, namun karena kurangnya follow up dan penurunan LPJ di tahun setelahnya, medical complex ini terasa tidak ada pergerakannya. Kumpul terakhir medical complex yang diinisiasi oleh FK UNPAD  ini pada tahun lalu di bulan akhir kepengurusan, dan belum menghasilnya keluaran yang begitu jelas bahkan ditataran fundamental seperti bentuk dari medical complex ini, apakah hanya suatu ikatan saja atau suatu organisasi?
Akhirnya pada tahun ini, BEM FAPSI mencoba meneruskan tongkat estafet pergerakan medical complex ini, mereka mulai membangkitkan kembali lingkaran ini. Huabungan luar atau hubungan eksternal tiap masing-masing lembaga eksekutif fakultas menjadi ujung tombak dalam agenda-agenda konsolidasi di awal, hingga menghasilkan suatu gambaran yang lebih jelas atas status medical complex ini. Proses penjelasan status medical complex ini berada pada puncaknnya di hari minggu tanggal 28 April 2013. BEM FAPSI secara hangat memfasilitasi pertemuan ini di ruang auditorium Fakultas Psikologi.
Lembaga eksekutif FK UNPAD sendiri diwakilkan kehadirannya oleh ketua KEMA, ketua bidang Pengembanga Potensi Mahasiswa, ketua seksi pengabdian kepada masyarakat dan ketua seksi hubungan luar. Di hari tersebut, 5 fakultas mendeklarasikan keikutsertaannya dalam medical complex dan bentukan medical complex itu sendiri. Jalannya pembuatan deklarasi ini sendiri cukup alot, yang mana masih terdapat beda persepsi antar fakultas tentang bentuk, fungsi, serta tujuan dari medical complex ini pada hari tersebut. Hal ini dilatarbelakangi adanya macet informasi dari hublu atau hubeks masing-masing fakultas ke tataran komponen-komponen lembanga eksekutif lainnya. Dibutuhkan hampir 3 jam untuk menyamakan persepsi di antara peserta yang hadir pada hari tersebut.
Setelah 5 fakultas tersebut berada jalur persepsi yang sama, acara hari tersebut diakhiri dengan pendeklarasian medical complex yang ditandatangani oleh perwakilan lembaga eksekutif masing-masing fakultas. Isi dari deklarasi tersebut tertulis sebagai berikut :


DEKLARASI KESEPAKATAN
MEDICAL COMPLEX UNIVERSITAS PADJADJARAN

Kami yang bertandatangan di bawah ini selaku perwakilan dari Badan Eksekutif Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Fakultas Keperawatan (Fkep), Fakultas Farmasi dan Fakultas Psikologi (fapsi) Universitas Padjadjaran menyatakan bahwa :

  • Bersedia bergabung dalam forum MEDICAL COMPLEX Universitas Padjadjaran atau yang disingkat dengan nama MEDCOMN Unpad atas dasar kesamaan keilmuan untuk berkontribusi kepada masyarakat serta menunjukan nama Unpad.
  • MEDCOM Unpad merupakan suatu bentuk kerjasama multilateral yang berlandaskan kekeluargaan dan profesionalitas.
  • Hubungan dari MEDCOM Unpad adalah hubungan kemitraan.
  • Prinsip dasar MEDCOM Unpad adalah Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  • Sifat MEDCOM Unpad adalah mandiri, independen, dan demokratis.
  • MEDCOM Unpad bertujuan untuk menyatukan aspirasi mahasiswa yang dapat membentuk suatu hubungan kerjasama untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah yang timbul serta mendapatkan koordinasi untuk mencapai tujuan bersama.
  • Hal-hal mengenai peraturan kerjasama dan lain-lain akan diatur kemudian.

Jatinangor, 28 April 2013









Minggu, 17 Maret 2013

Indonesia dan Pemuda Sekarang (esai yang tercecer)



Bila membicarakan pandangan Indonesia dimata saya sebagai pemuda, sepertinya sulit untuk diramu hanya menjadi satu esai. Saya mungkin jika membicarakan pandangan terhadap Indonesia dimata saya sekarang ialah masalah-masalah yang tengah dihadapinya. Banyak aspek yang bisa ditilik mulai dari politik, ekonomi, pertahanan, pendidikan, kemiskinan dan kesehatan yang tak kunjung selesai. Terlihat seperti permasalahan yang kompleks, namun saya melihat permasalah utama terletak pada sistem pemerintahannya. Setiap harinya tak pernah kunjung habis berita tentang masyarakat yang protes akan kebijakan-kebijakan pemerintah atau bahkan kinerja pemerintah yang dinilai tidak sungguh-sungguh.  Dimana seharusnya pemimpin-pemimpin yang ada di pemerintahan dapat meregulasi pejabat-pejabat yang “malas” ini. jarang sekali terlihat pemimpin yang berani dan dapat meluruskan kinerja-kinerja mereka dalam tatanan pemerintahan. Ini menjadi masalah yang sangat serius karena akan berakibat sistemik pada suatu Negara. Kita butuh jiwa-jiwa pemimpin yang dapat membenahi tatanan pemerintahan kita yang porak-poranda.
Terlihat seperti terjadi krisis kepemimpinan dimana-mana, mulai dari tataran Pemerintahan Negara hingga Kelurahan sekalipun. Hal ini kontradiktif dengan kenyataan yang ada bahwa banyak sekali setiap periodenya yang mencalon diri di posisi-posisi pemerintahan dan posisi ketua-ketua sebuah lembaga, namun yang terlihat adalah seakan terlihat terlalu memaksa dengan keadaan mereka yang ingin mencalonkan diri. Mungkin selama ini yang terjadi dengan pemimpin-pemimpin Negara kita bukanlah terpilih karena mereka memang memenuhi kriteria seorang pemimpin, melainkan hanya karena merekalah orang yang mendekati nilai-nilai standar tersebut. Yang lebih parahnya adalah ketika masyarakat tidak dapat melihat potensi kepemimpinan seorang calon disamping memang kebanyakan berpendidikan rendah, justru pada calon pemimpin ini memanfaatkan peluang dengan melakukan “serangan fajar” di hari pemilihan, apakah ini mencerminkan suatu gambaran pemimpin yang diharapkan dalam perubahan masyarakat?
Mungkin kita dapat melihat, masa-masa kepemimpinan beberapa Kepala Negara yang hanya bertahan sebentar bahkan sebelum masa kepemimpinan mereka habis. Mungkin dikarekan kurangnya jiwa kepemimpinan mereka, karena kita menyadari bahwa di butuhkan seorang pemimpin-pemimpin yang besar dijajaran pemerintahan Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang cukup luas dan berpopulasi banyak hingga masuk deretan teratas dalam jumlah kependudukan se-dunia, ditambah lagi kultur yang beraneka ragam di setiap suku dana daerah di Indonesia, sehingga dibutuhkan pemimpin-pemimpin besar yang dapat mengendalikan perahu layar kita sampai hingga tujuan.
Suatu yang menjadi hal dilematis adalah banyaknya partai politik yang justru dengan jumlahnya tersebut tidak memerikan kontribusi dalam pencetakan pemimpin-pemimpin baru yang kompeten. Mereka hanya focus pada kekuasaan di pemerintahan, dan mencari berbagai trik mendapatkan massa pada pesta tahunan rakyat. Posisi-posisi rawan seperti ini, justru untuk mendapatkannya menjadi semakin mudah, banyak sekali orang berbondong-bondong mencalonkan diri ke suatu organisasi politik dengan persanyaratan yang tidak begitu sulit, sehingga kita dapat melihat betapa banyaknya deretan nama calon di selembar kertas A3 dan betapa pusingnya kita untuk memilih mana calon yang benar-benar dapat membawa bangsa ini dalam perbaikan.
Maka dari itu, hal yang penting untuk dibenahi adalah bagaimana proses pembentukan pemimpin-pemimpin baru yang benar-benar berkualitas dan mampu mengatasi ombak di perjalanan samudra. Dimana pemimpin-pemimpin baru ini dibentuk dari pemuda-pemuda bangsa. Apakah para pemuda harus menunggu menjadi pemimpin untuk merubah keadaan ini? dalam proses pembentukan pemuda-pemuda ini, mereka tetap diharapkan berkontribusi dalam perubahan, karena pemuda menjadi control social terhadap regulasi pemerintah. Pemuda dapat mengevaluasi suatu regulasi pemerintah karena  mereka dapat merasakan secara langsung damapak regulasi di lapangan, selain itu pemuda memiliki pemikiran yang lebih kritis dalam memandang suatu permasalahan dan juga pemuda memiliki semangat yang tinggi, bahkan seorang bung karno pun memuji potensi yang dimiliki seorang pemuda “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Dengan paparan kehidupan social di atas merupakan suatu bentuk penanaman nilai kepemimpinan pada pemuda, bagaimana mereka menyuarakan pendapat mereka dan memperjuangkaan keadilan-keadilan rakyat.
Pemuda yang diharapkan sekarang bukanlah lulusan sarjana yang mendapat predikat akademik terbaik seantero Kampus yang nantinya memimpin Negara, karena seorang yang intelek sekali pun belum tentu dapat memimpin dan memiliki jiwa pemimpin, karena pada dasarnya hak tersebut harus dibentuk secara terencana dan terarah, namun yang diharapkan adalah bagaimana pemuda itu lulus sebagai cahaya penerang yang siap memimpin dengan segala kemauannya untuk melakukan perubahan ke arah yang  lebih baik, namun seorang pemimpin juga dituntun setidaknya untuk intelek.
Lalu, bagaimana kita sebagai pemuda? Seharusnya adalah kita mempersiapkan diri kita untuk melakukan perubahan yang lebih baik pada negri kita kedepannya, dengan terus mengembangkan diri dan mengembangkan orang lain sehingga terjadi rantai kaderisasi kepemimpinan yang tak terputus. Selain itu, kita harus tetap mengembangkan diri secara akademik, karena kita harus berjuang pada arus globlalisasi yang semakin kuat di era ini, sehingga menuntut untuk terus dapat mengikuti perkembangan perubahan global agar Negara kita nantinya tidak tergerus oleh zaman.

Kepemimpinan dalam perubahan (esai yang tercecer)


Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari yang namanya perubahan. Setiap hari bahkan setiap detik, kehidupan seorang manusia dapat berubah, bisa menuju hal yang lebih baik maupun buruk. Dan perubahan ini tidak hany terjadi pada kehiddupan individual seorang manusia, juga terjadi pada kehidupan social manusia seperti dalam masyarakat maupun organisasi-organisasi. Seperti halnya perubahan, kepemimpinan pun tidak lepas dari kehidupan manusia, karena kita tidak dapat menolak sifat manusia sebagai makhluk social, yang membutuhkan satu sama lain dalam menjalankan kehidupannya.
Dua hal di atas yaitu kepemimpinan dan perubahan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, dimana di satu sisi perubahan merupakan suatu tolak ukur berjalannya suatu kepemimpinan. Sedangkan disisi lain kepemimpinan dibutuhkan dalam perubahan yang terjadi di era globalisasi sekarang, yang menuntut suatu kelompok atau bangsa untuk bersaing terhadap pengaruh luar agar tidak tergerus zaman. Banyak orang yang berpendapat bahwa “beda pemimpin beda perubahan”, karena tiap pemimpin pasti akan membawa gaya kepemimpinan. Lantas, apakah gaya kepemimpinan itu harus selalu sama dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain?
Menurut hasil pemikiran saya, kepemimpinan itu merupakan suatu seni dan ilmu dalam mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi.  Dimana seni dan ilmu ini harus dimiliki seorang pemimpin dalam memimpin anggotanya untuk mencapai perubahan yang diimpikan. Seni dan ilmu ini justru didapatkan seorang dari pengalaman dan paparan social di sekitarnya yang dengan sendirinya akan membentuk karakter pemimpin tersebut. Ambilah contoh Mantan Presiden Megawati yang banyak belajar dari ayahnya dan lingkungan Istana Negara. Berkaca dari hal tersebut, pembentukan karakter menjadi hal penting untuk seorang pemimpin baik secara natural maupun terprogram dalam menghasilkan gaya kepemimpinannya.
Kepemimpinan tersebut nantinya secara sinergis akan menghasilkan suatu perubahan dalam komunitasnya sesuai dengan kualitas kepemimpinannya. Sepertinya kita tidak bisa memungkiri kualitas kepemimpinan mempengaruhi perubahan. Kualitas tersebut dapat kita lihat dari karakter dan kapasitas intelektual.  Orang yang sangat cerdas, yang karakternya baik belum tentu bisa memimpin. Oleh karena itu, harus belajar, dilatih, dididik, diberikan pengalaman agar juga bisa memimpin dengan baik. Dalam hal intelektual, pemimpin juga dituntut untuk memiliki intelek yang lumanyan empunya, seorang Jendral tentunya tidak akan mungkin dapat melumpuhkan pertahan musuh jika tidak memiliki strategi perang yang baik dan kemampuan memimpin anggotanya, begitu pula seorang pemimpin dalam keseharian, pemimpin yang cerdas pasti akan membawa perubahan yang jauh berbeda dengan pemimpin yang kurang cerdas dalam bidang yang ia pimpin.
Namun, dalam suatu kepemimpinan dibutuhkan pula suatu kemampuan mengola perubahan, karena suatu perubahan harus disesuaikan dengan tujuan utama dalam suuatu organisasi tersebut. Juga perubahan tersebut dapat diterima oleh anggota, karena tujuan awal dari kemimpinan tersebut adalah bagaimana mengajak anggota-anggota tersebut untuk bergerak bersama menuju Goals dari organisasi mereka, sehingga dapat dijalankan bersama oleh anggota dan pemimpinnya, karena sesungguhnya posisi pemimpin disini hanya sebagai pengerak dan manager dari anggota organisasi tersebut, sehingga organisasi tersebut bisa mencapai Goals mereka.
Dan yang terakhir, kembali lagi kepertanyaan di awal-awal pemaparanan saya bahwa apakah gaya kepemimpinan itu harus selalu sama dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain? Menjadi suatu kodrat bila setiap orang memiliki sifat yang berbeda, begitu juga pemimpin. Kita tidak dapat memaksakan seorang pemimpin harus memiliki gaya kepemimpinan yang sama senga pemimpin-pemimpin terdahulu, namun yang harus di perhatikan adalah bagaimana tujuan, visi, misi organisasi tersebut tetap berkelanjutan dari pemimpin satu ke pemimpin yang lain, karena pada akhirnya dalam membangun suatu organisasi perubahan sebagai hasil menjadi nilai ukur bukan proses yang menjadi indicator keberhasilan kepemimpinan, dan perubahan yang terjadi justru dirasakan bukan pada jangka waktu yang pendek, namun dengan jangka waktun yang panjang, sehingga nantinya kita dapat melihat progress dari perubahan yang sudah dapat dihasilkan dalam suatu organisasi, baik itu progress kemajuan maupun kemunduran, yang nantinya apabila terjadi perubahan pemimpin dengan kepemimpinan yang baru dapat meneruskan program melihat dari progress dari program tersebut apakah harus ditingkatkan atau pun harus dibenahi agar mencapai hasil yang lebih maksimal dari kepemimpinan yang lalu,

Kemahasiswaan FK unpad, masalah, solusi dan saya


Bismillahirrahmanirrahim…
Dalam kehidupan individual manusia pasti akan menumukan permasalahan dan hambatan baik di lingkungan dengan orang-orang di sekitarnya sebagai makhluk social maupun dengan dirinya senndiri sebagai makhluk individual. Itulah gambaran kecil sifat lahiriah seorang manusia, bayangkan bila manusia itu dikumpulkan dalam suatu perkumpulan yang “memaksakan” mereka untuk berjalan dalam derap langkah yang selaras satu sama lain, tentunya banyak sekali derap-derap  yang tidak seimbang, melampaui batas, atau bahkan tidak bergerak sama sekali “statis”. Organisasi Kemahasiswaan FK Unpad tentunya memiliki suatu tujuan dalam bentuk visi dan misi sebagai penyelaras pergerakan, karena kita tidak bisa menolak bahwa organisasi kemahasiswaan FK unpad bukanlah suatu organisasi, Juga sebagai motor penggerak di Kemahasiswaaan FK Unpad, tentunya organisasi ini berpengaruh besar pada perkembangan kemahasiswaan di Fakultas ini. Banyak sekali permasalahan yang muncul dari inti pengurus organisasi ini. di lain pihak, sebagai organisasi intra-fakultas kemahasiswaan FK, juga masalah muncul dari luar organisasi atau mahasiswa FK Unpad itu sendiri. So how are our student affairs and medicine executive board so far?
Permasalahan-permasalahan yang ada inilah yang minimal perlu kita reduksi, agar tercapai kemahasiswaan yang cukup ideal atau mengarah kea rah yang lebih ideal karena dalam realita sulit untuk mencapai suatu keidealan, bahkan pada organisasi yang telah berpuluh-puluh tahun berdiri. Bila belajar dari pembuatan suatu karya ilmiah, hal yang pertama harus kita kembangkan setelah objek yang ingin kita teliti telah tertuang pada kalimat-kalimat akhir latar belakang adalah indentifikasi masalah. Apa yang kita pikirkan ketika pemilihan ketua senat yang lalu dilalui dengan istilah “calon tunggal”? padalah senat sangat berpengaruh pada pergerakan Kemahasiswaan, dan apa yang salah ada kemahasiwaan kita? Mungkin saya sependapat dengan perkataan dr. Bambang pada pertemuan dengan PD Kemahasiswaan yang lalu, yaitu Kemahasiswaan kita sedang dalam kondisi krisis kepemimpinan. Bayangkan saja hanya ada satu orang yang berani mencalonkan diri sebagai pemimpin, bahkan beberapa orang yang diajukan untuk “mencalon” menolak dengan beberapa alasan yang syar’i menurut mereka, salah satunya adalah ketidaksiapan, yang berarti secara tidak langsung mereka mengakui adanya krisis jiwa kepemimpinan pada diri mereka masing-masing. Atau mungkin yang terjadi sesungguhnya adalah bahwa pemimpin yang sekarang juga tidak memenuhi jiwa kepemimpinan tersebut dan maju karena memiliki kriteria yang “hampir” memenuhi sosok seorang pemimpin. Itu adalah suatu prediski termporer dari saya, selanjutnya silahkan anda berfikir mungkin dengan sisi pandang yang lain. Dengan membuat komparasi dengan “tetangga sebelah” dalam lingkungan unpad, mungkin mereka memiliki persoalan tipikal namun tak separah ini.
Kedua, mungkin kita masih ingat momen pelantikan anggota kepengurusan SENAT mahasiswa 2011 lalu, dengan keanggotaan mencapai 150-an yang dilantik. Namun bila kita lihat berapa orang yang sudah merasa memiliki senat sepenuhnya, atau setidaknya mengikuti keseluruhan agenda senat. Mungkin jawabannya bisa kita lihat masing-masing di lapangannya. KASTIL dengan keanggotaan 18 orang, hanya sekitar sembilan orang yang menghadiri kajian dan rapat rutin, dan sisanya? Sisa entah kemana, namun mereka masih dianggap anggota senat. Mungkin agak mengheran bila ada seseorang yang menyatakan kemepemilikan pada suatu kampong dan secara tidak langsung berjanji akan mengembangkan kampung itu, namun suatu ketika ia meninggalkan masyarakat lain yang sibuk membangun dan kembali dengan berharap diakui masyarakat disana, tentu kebanyakan masyarakat akan menggeluarkan dia dari kampung itu. Namun yang terjadi di kemahasiswaan FK unpad adalah mereka masih di akui dan bahkan tidak ada follow up sama sekali terhadap orang-orang ini. ada apa dengan sense of belonging kemahasiswaan kita? Dan bagaimana kabar system peregulasian orang-orang seperti ini?
Ketiga, kurangnya totalitas dari pengurus SENAT. Banyak sekali toleransi-toleransi “excuse” di kemahasiswaan FK sehingga banyak dari kegiatanya tidak maksimal atau terbengkalai. Mulai dari keikutsertaan rapat,hingga kegiatan-kegiatan dari SENAT sendiri. Bila boleh saya bandingkan dengan kemahasiswaan lain di Institut daerah Bandung, mereka memiliki totalitas tinggi terhadap kemahasiswaannya. Bayangkan, berapa jumlah rapat yang tertunda akibat persoalan ego masing-masing mahasiswa akan kehidupan kampusnya, mulai dari tanggungan Tutorial hingga jadwal malam masing-masing individu. Bandingkan dengan Instiitut sebelah yang rela mengorbankan sedikit waktunya bahkan hingga malam, namun tetap menjaga batasan-batasan. Mungkin cara pandang organisasi kita sedikit berbeda dan harus dibenahi kedepannya. Tidak hanya itu, banyak sekali acara-acara nasional maupun wilayah yang bersifat pengeriman delegasi dan perwakilan, dimana tidak jarang FK Unpad hanya mengirim segelintir delegatornya, atau lebih tepatnya tidak ada delegasi yang mau mengikuti acara tersebut, mulai dari terbentur masalah biaya hingga lagi-lagi masalah pembenahan akademik yang tak kunjung selesai, atau telah menjadi alasan klasik.
Solusi yang saya berikan terdapap problematika diatas adalah suatu hal yang simple, yaitu pembentukan karakter. Secara individual karate di butuhkan sebagai modal utama pembentuk Kemahasiswaan, yang terjadi sekarang adalah kurangnya pembentukan karakter dari mahasiswa FK unpad. Krisis kepemimpinan merupakan hasil degradasi pembentukan karakter pada awal pembentukan kader-kader kemahasiswaan. Seharusnya adalah pos-pos pengkaderan di kemahasiswaan menjadikan karakter sebagai bahan bakar utama pembentukan kader-kader. Dibutuhkan pondasi yang kuat untuk membentuk jiwa-jiwa pemimpin yang baru, yang dapat menjadi mediator bagi yang dipimpinnya sehingga dapat menyatukan mereka secara sinergis. Sebagus apapun system yang dibuat, tidak akan menghasilkan suatu perbaikan bila orang-orang pelaksana maupun pengatur system tersebut tidak memiliki karakter, karena yang kita harus bentuk  adalah mulai dari perseorangan, bila diibaratkan kemahasiswaan adalah suatu organ-organ, maka yang kita mulai bentuk adalah sel-selnya, atau dalam hal ini mahasiswa tersebut. Pemberian materi tentang karakter ideal seorang mahasiswa mungkin metode lama yang tidak lagi efektif. Namun pesan-pesan itu disampaikan lewat aplikasi kehidupan sehari-hari, yang secara halus menginvasi kehidupan pada mahasiswa, bisa melaui regulasi atau kebiasaan-kebiasaan yang rutin dilakukan.
Dari system regulasi kepengurusannya pun harus dibenahi. Mungkin bila dilihat system perekrutan kepengurusan SENAT terlalu mubazir, banyak sumber daya manusia, namun jarang yang memiliki kompeten. Ada baiknya adanya system seleksi atau pun “magang” dimana kepengurusan yang baru dapat kita kembangkan terlebih dahulu, dipersiapkan secara matang, bukan langsung kita terjunkan ke dunia kemahasiswaan di acara-acara tertentu tanpa bekal bahkan dengan alasan sebagai “batu lompatan” atau pengkaderan, yang terasa terlalu memaksaan. Kurangnya sosok yang menjadi panutan di Kemahasiswaan juga membuat para mahasiswa kebingungan contoh baik seperti apa yang harus mereka ikuti kedepannya, dan ini merupakan implikasi dari kurangnya pembentukan karakter. System-sistem di Kemahasiswaan pun terasa tertampau “kekeluargaan”, mulai dari banyaknya excuse pada hal-hal tertentu, hingga banyak anggota kepengrusan organisasi, tidak hanya SENAT, yang statusnya hanya “KTP” saja. Kita memang menyadari system adult learner menjadi solusi dalam masalah ini, namun ini terkesan sebagai pemberian nama system “terkini” namun kita sendiri belum paham, bagaimana seorang dewasa dapat membedakan kalau ini yang terbaik baik dia dan orang di sekitarnya bila ia sendiri tidak dipaparkan tentang sifat kedewasaan ini sejak dari awal penanaman karakter mahasiswa. Malah bila dilihat mungkin berprilaku tegas menjadi terhadap mahasiswa menjadi pemberian pembelajaran yang baik dibanding yang telah diaplikasikan sekarang. Bisa dibayangkan bila sistem dan karakter ini diperbaiki secara sinergis, mungkin tidak ada lagi mahasiswa yang ikut organisasi penggerak Kemahasiswaan dengan ketertarikan pada pos-pos bidang tertentu saja yang memiliki paparan lebih tinggi keluar dan pandangan yang lebih dari luar di banding pos yang bekerja di belakang panggung.
Peran saya mencoba mengimplementasikan seluruh impian “muluk” diatas mungkin terasa tidak mungkin. Yang saya bisa lakukan mungkin adalah mencoba mengubah diri sendiri dengan mencoba mengajak orang-orang disekitar untuk ikut menyadari apa-apa yang harus diperbaiki dan dikembangkan. Sehingganya, momen-momen untuk membentuk karakter seoorang mahasiswa sangat diperlukan sebagai kendaraan yang memfasilitasi percepatan pembentukan tersebut. Saya akan terus mencoba mengembangkan diri dan orang lain, karena saya yakin di fakultas ini banyak sekali pontensi-potensi besar yang belum terkembangkan, yang masih terkekang rasa ego masing-masing tanpa melihat kemampuan mereka dalam mengubah hal-hal besar. Peran saya yang lain mungkin adalah mencoba untuk terus mendedikasikan diri terhadap kemahasiswaan, karena mungkin hal itu yang paling dibutuhkan sekarang, yaitu orang-orang yang peduli terhadap kemahasiswaan bukan hanya ingin menyandang label yang dia dapat saja tapi bagaimana kita memperjuangkan kemahasiswaan kita. Salah aktivis BEM unpad pernah berkata bahwa pahlawan-pahlawan yang peduli dengan hal-hal seperti ini memang sedikit, dan banggalah bahwa anda menjadi salah satunya. Karena siapa lagi yang akan mengubah selain kita-kita yang notabene aktor-aktor kemahasiswaan itu sendiri.

Kamis, 14 Maret 2013

ada isu nih. sekalian narsis :P


Mahasiswa Unpad Tak Mau Biaya Kuliah 2013 Naik  


TEMPO.CO, Bandung - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) menolak rencana kenaikan biaya kuliah 2013. Sebelumnya, rektorat Unpad berencana menaikkan uang kuliah minimal 3 kali lipat dari yang sekarang jika uang pangkal dihapuskan. "Dari ancang-ancangnya sudah terasa memberatkan, BEM menolak rencana kenaikan itu," kata Presiden BEM Unpad Wildan Ghiffary kepada Tempo, Senin, 11 Maret 2013.

Menurut Wildan, biaya kuliah sebesar Rp 2 juta per semester sekarang sudah terasa mahal oleh banyak mahasiswa. Rencananya, mereka akan melakukan aksi penolakan setelah melakukan pengkajian biaya kuliah di Unpad. "Kami sedang survei ke mahasiswa dan bandingkan biaya kuliah di kampus lain yang bisa lebih murah," ujarnya. Baca: Uang Pangkal Dihapus,Biaya Kuliah Melonjak)
Wildan yang kuliah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan angkatan 2009, diwajibkan membayar uang pangkal Rp 6 juta. Uang semester diberlakukan sama di seluruh fakultas, yaitu Rp 2 juta. "Kadang buat praktikum masih harus bayar lagi Rp 50 ribu sampai 100 ribu," ujarnya.

Mahasiswa lainnya, Hafdzi Maulana, juga menilai rencana kenaikan uang kuliah itu memberatkan. Apalagi kata mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpad 2010 itu, jika aturan baru itu diberlakukan ke seluruh mahasiswa baru yang berbeda kemampuan membayar kuliahnya. "Harusnya dibedakan sesuai jalur penerimaannya. Kalau jalur mandiri mungkin sanggup membayar mahal, tapi yang jalur SNMPTN atau undangan kan tidak semua," katanya.

Unpad saat ini masih menunggu kepastian pemberlakuan uang kuliah tunggal (UKT) dari Kementerian Pendidikan Nasional. Ketentuan itu akan menghapus uang pangkal yang selama ini di Unpad disebut dana pengembangan. Rencana penghapusan itu bakal melambungkan uang kuliah per semester yang harus dibayar mahasiswa baru 2013 program S-1. "Rata-rata per fakultas jadi Rp 12 juta per tahun, dan kedokteran Rp 30 juta per tahun," kata Rektor Unpad Ganjar Kurnia kepada Tempo, Sabtu lalu.

Tahun ini, Unpad menyediakan 5.743 kursi untuk mahasiswa baru program S-1. Sebanyak 60 persen akan diisi oleh calon mahasiswa dari jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau jalur undangan bagi mahasiswa berprestasi akademik serta non-akademik. Sisanya, 40 persen, diperebutkan lewat jalur mandiri yang seleksinya berdasarkan hasil ujian tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang dijadwalkan pada 11-12 Juni 2013. (Baca: Unpad Sediakan Kursi 5.743 Baru)

Kuota bagi calon mahasiswa dari jalur SNMPTN sebanyak 3.733 orang. Jumlah itu sudah termasuk 900 orang yang akan memperoleh bantuan biaya pendidikan Bidik Misi dan 100 orang lebih dari program affirmative action `Unpad Nyaah ka Jabar`. Adapun kuota calon mahasiswa dari jalur mandiri atau SBMPTN berjumlah 2.010 orang.

Rabu, 13 Maret 2013

ISFP, is he proper to be leader?

ASSALAM!

satu bulan, Allah mendatangkan banyak cobaan, cobaan yang akan terus memperkuat hambanya, yang akan menaikkan derajat hamba-Nya, ketika ia mampu melewatinya. Dimulai dari permasalahan personal yang kronis, bertahun-tahun sudah permasalahan ini menemani hidup, tak pernah hilang, pun tak pernah tahu jalan keluar atas permasalahan ini, yang hanya bisa dilakukan adalah mencoba mereduksi dan tidak memaparkan ke dunia luar. diri ini makin sadar beratnya menjadi seorang ISFP di minggu berikutnya, amanah menjadi orang nomer satu di kemahasiswaan merupakan suatu pressure besar selama hidup. semakin hari semakin terpapar dengan kemahasiswaan dan fenomena kepemimpinan yang dijalani semakin paham pula diri ini akan personality yang dimiliki. ISFP seorang yang jarang menduduki amanah kepemimpinan, wajar karena memang berat untuk memboyong amanah tersebut di pundak seorang ISFP. Ia memang dapat menjadi pemimpin namun cenderng sebagai second leader di kelompok, ia hebat sebagai penasihat dengan pemikiran yang berbeda dari kelompok, pemikiran dari sudut pandang lain. cenderung "mati" saat terdapat orang dominan di suatu kelompok, sulit dan terdapat rasa enggan yang kuat dari dirinya untuk  menguasai forum dikelompok saat si "talk-active" bermain, yang ia bisa lakukan ialah duduk disamping orang yang ia percaya dan menggelontorkan semua pemikiran ke rekan dia.

Hal lain yang didapat dari seorang ISFP ialah, ia benar-benar sorang "artis", yang butuh dan ingin selalu disorot "spotlight", imbasnya untuk menarik "cahaya" kearah dirinya ia berfikir harus selalu tampil sebagai seorang "perfectionist", dan selalu larut dalam pemikirannya ketika ia gagal membuat sesuatu hal "bersinar" ditangannya, terlebih terdapat artis lain yang lebih bersinar di panggung.Ia berakting baik di panggung, tidak ada yang tahu karakter asli sang artis kecuali "manager"nya, seorang yang sangat dekat. ia bagaikan artis drama teatrikal yang dapat mengubah karakter dirinya seketika sesuai dengan sedang dalam latar atau scene apa dia. membingungkan, memang.

hal lain yang mengganggu ketika ia menjadi seorang pemimpin ialah ia seorang yang plin-plan, sulit melakuka decision making walau jam terbangnya sudah lumayan cukup, hal ini mungkin karena banyak clash di dalam dirinya antara pemikiran yang rasional dan perasaan yang melumerkannya. Ketika ia dihadapkan suatu pilihan atau masalah solusi yang ia berikan sangatlah baik namun dalam sepersekian detik sebelum eksekusi asap-asap perasaan melingkupi pikirannya, sehingga perasaan lebih sering dominan dibanding pemikiran. yang ia butuhkan ialah seorang "pemeran pembantu" untuk membantu meyakinkan jika pemikiran ia merupakan hal yang benar dan si "perasaan" yang salah. Saat seeorang meyakinkannya, kemudian ia memutuskan pilihannya, perasaan kembali hadir membisikan diri dan membuat sedikit rasa risau akan hal yang akan terjadi, karena "artis" takut fans nya akan berkurang.

hal-hal ini sangatlah terlihat kompleks dan memang kompleks, yang terkadang ia sendiri akan dibuat pusing ketika skrip drama ini dipenuhi dengan konflik-konflik...

then, it is to be continued, and we are offered two kind of plots. Ia akan menjadi sang ISFP yang menembus batas takdir pada umumnya, atau ia akan menjadi seperti ISFP yang lain, yang tidak cocok dengan peran barunya.

I'M STILL IN THE CROSSROAD...